9 April 2011

Efek Penggunaan "Parjolo Partogi Parpudi Pargonggom" pada Ulaon Batak

0 komentar
Parjolo partogi, parpudi pargonggom. Istilah seperti ini selalu dan tidak pernah tidak saya dengar bahkan kadang beberapa kali dalam sebuah adat (ulaon) Batak Toba.
Umpama ini sering diucapkan oleh Parsinabul (protokol) baik dari pihak Parboru, terlebih pihak Paranak pada sebuah pesta pernikahan juga pesta atau ulaon adat lainnya di suku Batak Toba.

Memang disatu sisi kedengaran bagus, ini mennguatkan bahwa orang Batak itu memang Anak dohot Boru ni Raja do sude (semua keturunan Raja). Dan kita tentu tau bahwa yang namanya Raja itu adalah orang terhormat, yang berarti juga bahwa semua orang Batak adalah orang terhormat (jolma na sangap). Semua orang Batak menjunjung tinggi pernyataan ini.

Pengamatan saya, selaku pemula di Ulaon adat Batak, penggunaan kalimat ini terkadang bertentangan dengan hakikat adat batak yang sebenarnya yaitu "indah". Adat itu adalah sesuatu yang indah. Sesuatu itu dikatakan indah karena teratur, tertib, dan kalau saya boleh pinjam kata-kata mantan kepala sekolah saya "semua harus pada tempatnya dan semua harus pada waktunya".

Pada adat Batak itu sendiri dikenal istilah "martangga jojoran" atau teratur, tertib. Lebih rinci saya jelaskan bahwa istilah martangga jojoran pada adat Batak itu berurutan dimana masing-masing sesuai dengan urutannya. Yang seharusnya dipanggil pertama biarlah pertama, yang seharusnya dipanggil terakhir biarlah terakhir. Hal seperti ini sering ditemukan pada saat acara pasahat parjambaran dan Ulos.

Hubungan keduanya sesuai dengan judul postingan ini, sering umpama "parjolo partogi parpudi pargonggom" dijadikan ibarat senjata atau penangkal atau juga sebagai obat jawaban apabila ada protes dari pihak yang merasa di langkahi posisi atau urutannya. Sehingga parsinabul atau protokol kurang memperhatikan aturan keindahan atau ketertiban yang sangat penting dalam sebuah ulaon atau adat Batak.

Dengan adanya umpama ini, sering prinsip "martangga jojoran" tidak diperhatikan lagi. Mereka dengan seenaknya saja melontarkan kalimat "Parjolo Partogi Parpudi Pargonggom" apabila ada seseorang yang terlewatkan atau tertinggalkan sesuai dengan urutan posisinya pada adat tersebut.

Jadi menurut penulis, istilah tersebut sebaiknya sedapat mungkin tidak terdengar di dalam sebuah pesta atau ulaon adat Batak. Diusahakan semuanya berjalan sesuai dengan aturan dan urutan serta porsinya.
Read More